PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR BAHASA INDONESIA (APRESIASI SASTRA) SISWA SDN 71 KOTA BENGKULU


Pendahuluan
            Isu inovasi perbaikan kualitas pembelajaran berkembang dengan menerapkan berbagai model.  Ada pun karakteristik model-model pembelajaran yang dimaksud pada dasarnya mengarah kepada siswa sebagai pusat pembelajaran. Karakteristik pembelajaran yang berpusat kepada siswa akan dapat menjadikan pembelajaran menyenangkan, menantang, mengembangkan keterampilan berpikir mendorong siswa untuk bereksplorasi sehingga siswa tahu keberhasilan dan kegagalannya, pada gilirannnya dapat menghasilkan  lulusan yang berkualitas.
            Salah satu model pembelajaran yang diasumsikan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar  adalah model pembelajaran kreatif dan produktif.  Model ini dikembangkan mengacu kepada berbagai pendekatan belajar.  Melalui model ini memungkinkan siswa mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang dikaji. 
            Pembelajaran Apreisasi Sastra membosankan dan salah satu penyebabnya adalah karena ketidaktepatan pengajar dalam menentukan model (pendekatan) dalam  pembelajaran.  Pendekatan  pembelajaran lebih menekankan pada penguasaan konsep, umpamanya penguasaaan konsep sastra dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik sastra dan menghapal nama tokoh cerita.  Supaya pembelajaran Apresiasi Sastra lebih bermakna dan  menarik,  maka siswa harus dilibatkan secara intelektual dan emosional dalam interaksi pembelajaran, untuk itu   diperlukan inovasi pembelajaran.
            Masyarakat saling berinteraksi atau saling berkomunikasi dalam berbagai aktivitas.  Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan melalui komunikasi adalah kegiatan bercerita (sosialisasi cerita).  Gottman (1999:132) bercerita merupakan bagian dalam meningkatkan kecerdasan emosional (emotional intelligence).  Selanjutnya berdasarkan penelitian Gottman (1997:8) menyimpulkan:
            “Orangtua yang melatih emosi dapat menolong anak mereka berkembang menjadi orang dewasa yang lebih sehat, memperoleh nilai yang lebih tinggi secara akademis dan lebih sukses.  Anak-anak bergaul lebih baik dengan teman-temannya dan tidak banyak mengalami masalah tingkah laku, dan tidak begitu gampang melakukan kekerasan, serta kurang mengalami ketegangan jiwa.”

            Sosialisasi cerita merupakan awal dari tumbuhnya minat baca, pengalaman batin, memperkaya emosi, dan pembekalan nilai-nilai sebagai standar acuan perilaku anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.  Selain itu tanpa sosialisasi cerita secara berkesinambungan  akan dapat memusnahkan bagian kekayaan budaya yang menjadi karakteristik lokal ini.
            Penelitian Romsan (1998) tentang “Cerita Jemaran dalam Sastra Lisan Masyarakat Tulung Selatan Kabupaten Ogan Komering Ilir” menyimpulkan:“Tidak ada upaya si penutur cerita untuk menurunkan pengetahuannya kepada anak cucu mereka sebagai generasi muda.”
            Kepunahan cerita rakyat dapat juga terjadi di daerah manapun kalau tidak  didukung upaya mensosialisasikannya, umpamanya melalui regenerasi penutur cerita.  Upaya regenerasi penutur cerita rakyat pada masyarakat Bengkulu pun tampaknya kurang berlanjut secara optimal.  Pencerita umumnya kaum tua dan pada kodratnya setiap kehidupan akan berakhir.
            Guru yang akan mewariskan ilmunya diharapkan berperan melestarikan cerita dari kepunahan melalui pendidikan formal.  Namun  tampaknya  beberapa guru SD kurang memiliki  perbendaharaan cerita  yang bervariasi, bahkan  beberapa guru kurang mampu  mengekspresikan cerita dengan menarik. Padahal sebagai  guru  tidak bisa lepas dari pembelajaran bercerita. Jadi guru  harus memiliki kemampuan menguasai berbagai cerita dan mengekspresikannya dengan menarik  kepada pendengar (siswanya) agar menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang ditentukan atau Better students.     
Standar  kemampuan guru tentang  cerita rakyat secara umum belum memadai.  Umumnya kemampuan guru: 1) baru pada tahap kompetensi bercerita dan penguasaan konsep-konsep sastra, artinya kemampuan guru masih berada pada tahap hapalan bukan pemahaman,  2) belum memadai dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerita, 3) belum terampil menggali nilai-nilai yang dikemas dalam cerita, dan 4) kurang mampu membacakan cerita dengan ekspresi yang menarik.  Selain kendala kompetensi tersebut, berdasarkan wawancara dengan guru SDN 71 Kota Bengkulu ada beberapa  faktor internal guru juga kurang mendukung yakni:  1) kurang kemampuan belajar mandiri untuk menjadi pencerita yang menarik,  2) motivasi bercerita rendah, dan 3) Kurang kreatif memperluas wawasan dari berbagai sumber, artinya kurang menggali perbendaharaan cerita dari berbagai daerah. Selain kendala tersebut perbendaraan cerita rakyat di perpustakaan sekolah kurang bervariasi. Menurut kepala sekolah,”Perpustakaan belum berfungsi  sebagai perpustakaan”.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, mengemukakan bahwa SDN 71 melekat dengan citra atau persepsi SD pinggiran, kurang berkualitas sehingga beberapa anggota masyarakat sekitar kurang mempercayai pendidikan anaknya di SD tersebut, dan  pembinaan kepada guru kurang optimal.  Padahal SDN 71 berada di lokasi komunitas pengelola, pelaksana, dan pemikir-pemikir dunia pendidikan yakni lingkungan perumahan dosen UNIB.
Penempatan kepala sekolah yang baru di SD ini diproyeksikan untuk mengubah citra atau persepsi masyarakat terhadap SDN 71.  Kepala SDN 71  pindahan dari SD unggul kota Bengkulu, berkomitmen   akan mengubah persepsi tersebut, dengan mengupayakan  SDN 71 menjadi sekolah pilihan masyarakat Bengkulu, sebagaimana sekolah tempatnya bertugas sebelum dipindahkan.   
Kepala sekolah juga pemerhati di bidang sastra.  Ia penulis cerita daerah, pembaca cerpen, dan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan sastra baik lokal maupun nasional.  Kepeduliannya terhadap sastra akan mendukung keoptimalan kolaborasi dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian selama proyek PGSM dalam bidang studi sosial menunjukkan masih dominan tuntutan untuk menghapal dibandingkan dengan kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah sehingga mendangkalkan proses belajar. Selanjutnya (dalam Kompas ,1999) diuraikan berdasarkan penelitian dampak sosialisasi melalui irama, ritme, dan tekanan suara akan memberi ketenangan, kasih sayang , dan empati pada anak serta membantu membebaskan anak dari rasa takut.  
Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan guru diperlukan model pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran melalui penataan yang sedemikian rupa dari masukan semua komponen instrumental sehingga secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar  yang optimal. Pembelajaran harus berpusat kepada siswa.  Karakteristik pembelajaran yang baik menyenangkan, menantang, mengembangkan keterampilan berpikir, mendorong siswa untuk bereksplorasi, memberi kesempatan untuk sukses sehingga tumbuh rasa percaya diri dan memberi umpan balik dengan segera sehingga siswa tahu keberhasilan dan kegagalannya.  Ada pun model pembelajaran yang sesuai dengan uraian yang dikemukakan adalah model pembelajaran kreatif dan produktif.
Guru cenderung akan menirukan apa yang dilakukan oleh para pengajar   sehingga kalau pemodelan proses pembelajaran dilakukan secara intensif dan konsisten hasilnya akan sangat bermanfaat.  Pembelajaran oleh pendidik   akan mempunyai dampak yang tersebarluaskan.  Tugas pendidik menjadi sangat strategis, di sampimg menggali potensi siswa ia pun bertindak sebagai model rujukan. Tarde dalam  Gerungan (1996:58) menyatakan seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja.
             Berkaitan dengan perbaikan kualitas perencanaan, proses, dan hasil belajar bahasa maka akan diadakan tindakan berupa penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran Apresiasi Sastra  di SDN 71 Kota Bengkulu dengan melibatkan mahasiswa  PGSD D-II, sehingga pembelajaran tidak membosankan, dan pada gilirannya dapat menghasilkan kualitas yang sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum.
D. Permasalahan
            Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahan yang akan diajukan adalah, “Apakah Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif dapat Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Sastra di Kelas 5 SDN 71 Kota Bengkulu .” 
            Permasalahan di atas akan dirumuskan ke dalam masalah yang lebih khusus yakni: 
1.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  siswa tentang  perbendaharaan cerita rakyat dari daerah Sendiri dan dari daerah lain,
2.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  siswa dalam menggali nilai-nilai yang di kemas dalam cerita rakyat,
3.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  siswa dalam mengungkapkan unsur-unsur instrinsik cerita rakyat dari berbagai daerah.
4.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  guru dalam  memilih karya sastra anak-anak yang baik,
5.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  keterampilan siswa dalam membacakan cerita dengan ekspresi yang sesuai isi cerita,
6.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  guru dalam merencanakan pengajaran  sastra.
7.      Apakah model pembelajaran kreatif dan produktif dapat meningkatkan  kemampuan  guru dalam melaksanakan pembelajaran  sastra.