PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU
SPN No. 20/2003).
Pendidikan merupakan
suatu aspek yang sangat penting bagi manusia. Hal ini dikarenakan pendididkan
dapat menentukan corak dan kualitas kehidupan manusia serta pendidikan juga
dapat memacu peningkatan kepribadian kearah yang lebih baik. Dengan kata lain
bahwa pendidikan tidak saja membentuk peserta didik menjadi cerdas, berilmu,
terampil tetapi juga berperilaku terpuji dan berdisiplin tinggi yang dilandasi
oleh budi pekerti luhur serta beriman dan bertaqwa. Selain itu pendidikan juga
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
melalui pendidikan kualitas sumber daya manusia dapat dioptimalkan dan
didayagunakan untuk membangun Negara Indonesia.
1
|
Pendidikan berarti menghasilkan dan mencipta, meskipun suatu
penciptaan itu dibatasi oleh perbandingan dengan penciptaan yang lain, pendidikan sebagai penghubung dua sisi, di
satu sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial,
intelektual, dan moral yang akhirnya menjadi tanggung jawab pendidik untuk
mendorong individu tersebut, Jean Piaget dalam Sagala (2006).
Berdasarkan pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan.
Pada Sekolah Dasar, pendidikan bertujuan memberikan bekal
dasar pengembangan kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun masyarakat,
mempersiapkan mengikuti pendidikan ke tingkat menengah pertama serta membekali
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar. Agar tujuan pendidikan dapat
tercapai maka diperlukan proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
dalam menggali ilmu pengetahuan terutama pada saat proses pembelajaran di
sekolah, untuk itu selain sarana dan prasarana yang harus dilengkapi, seorang
guru juga harus memfasilitasi siswa dengan metode belajar yang bervariasi yang
dapat membuat siswa aktif belajar.
Proses
pendidikan merupakan rangkaian dari proses pembelajaran yang di dalamnya
merupakan aktifiatas belajar siswa. Menurut pandangan Skiner dalam Dimiyati
(2006) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif. Belajar dipahami sebagai suatu perilaku pada saat
orang belajar, maka responnya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam
kemungkianan atau peluang terjadinya respons.
Seperti yang
dikemukakan oleh Kingsley dalam Sudjana (2006) membagi tiga macam hasil belajar
yakni: (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3)
sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranah
psikomotoris.
Untuk
menjawab tujuan pendidikan dan proses belajar sejak sekolah dasar diajarkan
mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn), karena PKn merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak dan kewajiban untuk menjadi warga Negara yang baik, yang
cerdas, terampil, dan berbangsa, berbahasa, dan bersuku-suku oleh pancasila dan
undang-undang dasar 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan
moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, warga Negara dan makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut
Winataputra (2007) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) selayaknya
dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang
memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam
berpartisipasi. Sejalan dengan itu PKn merupakan mata pelajaran yang digunakan
sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia. Diharapkan hal tersebut dapat terwujud
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (2006). Pembelajaran di atas salah satunya dapat
dicapai dengan PKn.
Pendidikan kewarganegaran dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ) bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut:
1) Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi.
3) Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pendidikan
kewarganegaraan diharapkan mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara
yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan negera kesatuan
republik Indonesia ( http: 118.92.213.22/andata-web/puskur/kewarganegaraan).
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat
(1) Butir b menyatakan bahwa:
Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara mencakup upaya
pendidikan untuk pembentukan pribadi yang unggul secara individual, dan
pembudayaan serta pembentukkan masyarakat madani. Kesadaran dan wawasan
termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan
terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,
ketaatan membayar pajak, dan sikap serta prilaku anti korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Tujuan
dari pendidikan kewarganegaraan itu sendiri adalah partisipasi yang penuh nalar
dan tanggung jawab dalam kehidupan warga negara yang taat kepada nilai-nilai
dan prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Lebih lanjut Sumarsono
(2008) menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta prilaku yang cinta
tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan
nasional dalam diri peserta didik sebagai warganegara NKRI yang sedang mengkaji
dan akan menguasai IPTEK dan seni.
Dalam pelaksanaan
pembelajaran PKn di lapangan, masih ada sebagian guru PKn yang mengalami
hambatan dan kesulitan dalam menerapkan kondisi yang dapat merangsang serta
mengarahkan proses belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, sikap,
keterampilan yang mengakibatkan perubahan perilaku maupun pertumbuhan pribadi
peserta didik. Menurut tuntunan nilai moral pancasila pembelajaran PKn tidak bisa dipelajari hanya
dengan membaca teks atau mendengarkan ceramah saja tetapi harus dikembangkan
atau ditemukan melalui suatu kerja ilmiah, serta proses pengajarannya harus
mampu membina pembentukan kepribadian anak secara utuh, yaitu yang mencakup
pembinaan pengembangan potensi kognitif, afektif, dan psikomotor anak didik.
Hal tersebut akan tercapai jika pendidikan nilai moral dan norma tetap
ditanamkan pada siswa sejak usia dini karena jika siswa sudah memiliki nilai
moral yang baik maka tujuan untuk mencapai warga negara yang baik akan mudah
terwujudkan.
Menurut Tim Sosialisasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 bahwa pembelajaran PKn dewasa ini
masih ketinggalan karena masih bersifat hafalan dan kurang mengembangkan proses
berpikir, keterampilan proses dan sikap yang bisa dilatihkan melalui
pembelajaran PKn juga kurang dikembangkan. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran yang diterapkan masih didasarkan
pada asumsi keliru para guru yang menganggap pengetahuan dapat dipindahkan
secara utuh dari pikiran pendidik kepada pikiran peserta didik.
Selain
itu yang selama ini menjadi hambatan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan metode yang menarik, sehingga pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan cenderung membosankan dan kurang menarik minat para siswa yang
pada gilirannya hasil belajar dan aktivitas siswa kurang memuaskan. Di sisi
lain juga ada kecendrungan bahwa aktivitas siswa masih rendah hal ini
disebabkan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dianggap sebagai suatu
kegiatan yang membosankan, kurang menantang, tidak bermakna serta kurang
terkait dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya dalam pembelajaran PKn
rendahnya daya kreasi guru dan siswa dalam pembelajaran, kurang dikuasainya
materi-materi Pendidikan Kewarganegaraan oleh siswa, dan kurangnya variasi
dalam pembelajaran.
Pendidikan PKn pada jenjang pendidikan
dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi
yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan dan kepribadian anak.
Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari siswa tentang pelajaran PKn
yang tidak menarik dan membosankan. Keluhan ini secara langsung atau tidak langsung akan sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar PKn pada setiap jenjang pendidikan. Meskipun upaya
mengatasi hasil belajar PKn yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah.
Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan
guru-guru melalui sertifikasi, serta melakukan berbagai penelitian terhadap
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar PKn. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa hasil belajar PKn masih jauh dari yang diharapkan.
Pernyataan di atas didukung oleh
kenyataan yang ada di lapangan pada saat peneliti melaksanakan PPL II berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas atau guru pamong yang menunjukkan bahwa hasil belajar PKn
siswa kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu masih rendah. Hal ini dapat dilihat pada permasalahan
sebagai berikut : (1) nilai PKn yang dicapai siswa pada akhir pembelajaran
selalu rendah rata-rata hanya mencapai 6,46
dan persentase ketuntasan belajar klasikal adalah 47,36%. (2) siswa pasif
menerima penjelasan dari guru, (3) siswa kurang tertarik atau termotivasi pada
saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan
bahwa penguasaan siswa belum tercapai dengan baik. Menurut Depdiknas, (2007)
pembelajaran tuntas secara individual apabila siswa mendapatkan nilai 7,0
keatas dan pembelajaran secara klasikal proses belajar mengajar dikatakan
tuntas apabila siswa di kelas memperoleh nilai 7,0 keatas sebanyak 75 %.
Dengan melihat permasalahan dalam
pembelajaran PKn, maka akan dilakukan perbaikan terhadap pembelajaran yang
dilakukan selama ini dengan cara menerapkan model yang memungkinkan anak dapat
aktif dalam pembelajaran, salah satunya yaitu dengan model pembelajaran
Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization. Dipilihnya model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization
adalah untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas sehingga dapat membuat
siswa yang tadinya pasif menjadi aktif dalam melaksanakan proses pembelajaran,
sehingga pada saat siswa diberikan tes, setiap siswa dapat menjawabnya dengan
baik dan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan akan menjadi meningkat.
Penerapan
model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization diharapkan natinya dapat menjadi
solusi dalam pemecahan masalah yang terjadi di sekolah selama ini dalam proses
pembelajaran. Model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization akan
membuat siswa aktif dan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam
pembelajaran. Model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization menuntut siswa untuk tidak hanya menerima konsep yang
diberikan oleh guru melainkan siswa menemukan sendiri konsep yang baru melalui
kelompok, sehingga prestasi belajar siswa akan menjadi meningkat.
Dengan
melihat tujuan dan karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe
Team Assisted Individualization yang telah dijabarkan yang
berkaitan dengan perbaikan proses, dan hasil belajar PKn maka akan diadakan tindakan
berupa penelitian dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Assisted Individualization Pada Siswa Kelas VB SD N 04 Kota
Bengkulu” oleh peneliti
sehingga pembelajaran tidak membosankan, dan dapat dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga mendapatkan hasil belajar dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan indikator yang ditetapkan
dalam kurikulum.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahan yang akan diajukan
adalah:
1. Apakah
penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat meningkatkan aktivitas belajar PKn
siswa kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu?
2. Apakah
penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa
kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu melalui
penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization.
2. Untuk
meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu melalui
penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization.
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi
peneliti
a.
Memberikan pengalaman langsung dan bekal
pengetahuan dalam belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran
Kooperatif tipe Team Assisted Individualization.
b.
Dapat menambah percaya diri guru sebagai tenaga profesional karena selama
pelaksanaan PTK guru sudah mengupayakan perbaikan.
2. Bagi
guru
a. Sebagai
masukan bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization
sebagai alternatif pendekatan lain yang dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar.
b. Membantu
guru menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization sebagai salah satu bentuk upaya perbaikan hasil
pembelajaran.
c. Dapat
mengembangkan kualitas pembelajaran ke arah yang lebih baik.
3. Bagi
siswa
a. Meningkatkan
kemampuan siswa dalam penguasaan konsep-konsep PKn melalui model pembelajaran
Kooperatif dengan tipe Team Assisted Individualization sehingga hasil
belajar PKn menjadi lebih baik.
b. Meningkatkan
kualitas sekolah melalui peningkatan hasil belajar siswa dan kinerja guru.
c. Meningkatkan
efektifitas dalam pembelajaran.
d. Menemukan
inovasi dalam penggunaan model-model dan metode mengajar.
4. Bagi
Sekolah
a. Sebagai
sumbangan bagi pemikiran yang baik dalam hal perbaikan pembelajaran dengan
penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe
Team Assisted Individualization
pada sekolah tempat penelitian pada khususnya dan sekolah lain pada umumnya.
b. Membantu
siswa dalam mengatasi kejenuhan dan kebosanan dalam belajar.
c. Dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Meningkatkan
keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok.
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Kajian
Teori
1.
Hakikat
Pendidikan Kewarganegaran
a.
Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Syarbaini (2006) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang sistem pendidikan
nasional. Lebih lanjut Winataputra (2007) juga menyatakan bahwa mata pelajaran
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan berisi bahan pelajaran dengan
ketentuan sebagai berikut; (1) di SD bahan pelajaran pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan ditekankan pada pengalaman dan pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengertian sederhana sebagai
bekal untuk mengikuti pendidikan berikutnya.
12
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat
(1) Butir b menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk
peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan dalam
masyarakat, berbangsa, dan bernegara mencakup upaya pendidikan untuk pembentukan
pribadi yang unggul secara individual, dan pembudayaan serta pembentukkan
masyarakat madani. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan
patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan
bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung
jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta
prilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Itu
berarti bahwa materi instruksional PKn di sekolah dasar harus terus menerus ditingkatkan
dan metodologi pengajaran dikembangkan kecocokannya. PKn dimaksudkan agar kita
memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir,
pola sikap dan prilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan
Pancasila, serta mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pada
hakikatnyanya PKn adalah sebagai
pendidikan untuk mengenali dan menghayati hak-hak dan kewajiban warga negara
yang asasi, yang perlindungannya dijamin oleh undang-undang negara, dan
diharapkan PKn dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik
di dalam dan di luar sekolah, dengan contoh pengamalan yang diberikan oleh
setiap pendidik dalam interaksi sosialnya di dalam dan di luar sekolah, serta
dikembangkan menjadi bagian dari budaya sekolah.
Oleh
karena itu dua hal yang perlu mendapat perhatian seorang guru dalam
mempersiapkan pembelajaran PKn di kelas, yakni bekal pengetahuan materi
pembelajaran dan metode atau pendekatan maupun model pembelajaran yang akan
digunakan ketika melaksanakan proses belajar mengajar di kelas.
Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu : “Memahami,
menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa,
dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan
Pengertian pendidikan kewarganegaraan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali siswa dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan warga negara yang ditekankan
pada pengalaman dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Tujuan
Belajar PKn di Sekolah Dasar
Berhasil
tidaknya proses belajar mengajar bergantung pada strategi guru kepada siswa
sesuai dengan tahap perkembangan anak SD, karakteristik cara anak belajar,
konsep belajar dan pembelajaran bermakna, apabila materi sesuai dengan model,
metode, pendekatan yang digunakan, maka tujuan pembelajaran akan tercapai.
Proses belajar mengajar akan mendapatkan hasil yang baik jika tingkat kebutuhan
anak dipenuhi oleh guru, dan diimbangi dengan suasana yang tidak membosankan.
Menurut
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa mata pelajaran PKn di SD/MI
bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2)
berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; (3)
berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya; dan (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (Depdiknas, 2006).
Untuk
mencapai tujuan tersebut di atas dibutuhkan keterampilan guru dalam memilih dan
melaksanakan model pembelajaran yang tepat agar proses pembelajaran menjadi
lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
Hal
sejalan dikemukakan oleh Parker dan Jarollimek dalam Etin (2007) PKn bertujuan:
1) Peka
terhadap informasi baru yang dijadikan pengetahuan dalam hidupnya,
2) Warga
Negara yang berketerampilan,(a) peka dalam menyerap informasi, (b)
mengorganisasikan dan menggunakan informasi, (c) membina pola hubungan
interpersonal dan partisifasi sosial,
3) Warga
Negara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan memiliki
karaktrestik warga Negara democrat yang disyaratkan dalam membangun suatu
tatanan masyarakat yang demokratis dan beradab.
Bila diperhatikan tujuan dan arah
dari pembelajaran PKn diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PKn memiliki tujuan
dan arah yang sangat kompleks. Dikatakan kompleks karena mata pelajaran PKn ini
bukan hanya mengedepankan aspek intelektual dan keterampilan dari berbagai
konsep saja akan tetapi juga bertujuan untuk mengenalkan dan mengembangkan
nilai-nilai moral pancasila dan UUD 1945 kepada siswa dengan harapan nilai dan
moral yang dimiliki siswa tersebut dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
serta menjadikan siswa yang peka terhadap informasi dan terampil dalam
berhubungan interpersonal dan partisifasi
sosial.
c.
Karakteristik
Pembelajaran PKn di Sekolah dasar
Ruang lingkup mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut; persatuan dan
kesatuan bangsa; norma, hukum dan peraturan; hak asasi manusia; kebutuhan warga
negara; konstitusi negara; kekuasaan dan politik; pancasila; globalisasi.
(http://wijianto.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/02/ktsp-pkn-sd.pdf).
Dalam
proses pembelajaran seorang guru harus dapat menciptakan situasi pembelajaran
yang bermakna bagi siswa baik bersifat klasikal maupun dengan individual, sehingga siswa dapat
benar-benar belajar. Kesempatan secara individual kepada siswa memberikan peluang
bagi siswa untuk lebih aktif dan menemukan makna belajar tersebut. Pembelajaran PKn juga dapat
membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang
memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas
dalam berpartisipasi (Winataputra, 2008, 1.20). Mariono dalam (http:118.92.213.22/andata-web/puskur)
mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian mata pelajaran PKn
adalah wadah atau saluran untuk menciptakn perilaku peserta didik yang dapat
mengamalkan dan melestarikan nilai-nilai luhur dan moral pancasila dalam
kehidupannya sehari-hari dan wahana untuk menanamkan konstitusi Negara Republik
Indonesia pada seluruh bangsa Indonesia, khususnya peserta didik sekolah dasar.
Selain itu PKn juga berisikan tentang nilai-nilai moral
pancasila yang sasaranya adalah membentuk siswa agar dalam dirinya tumbuh
kesadaran untuk mengamalkan nilai-nilai dan moral pancasila itu dalam kehidupan
sehari-hari, baik dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah dan mempersiapkan
peserta didik untuk dapat berperan dalam demokrasi pemerintahan serta dapat
mengetahui prinsip dan komitmen suatu Negara yang berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Sehingga tercipta perilaku yang bersifat
kemanusiaan, mendukung persatuan bangsa, serta perilaku yang mendukung keadilan
sosial.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa PKn SD memiliki karektristik yang muara dari proses
pembelajarannya adalah pembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai
pancasila dan UUD 1945, karena PKn di SD merupakan mata pelajaran yang
mengedepankan sikap dan perilaku siswa dalam proses pembelajaran, bukan hanya
dilihat dari kemampuan kognitif namun kemampuan afektif dan psikomotornya juga
menjadi prioritas.
2.
Hakikat
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
Kooperatif pada hakikatnya adalah pembelajaran yang mengolaborasikan siswa ke
dalam beberapa kelompok yang beranggotakan empat sampai enam siswa dengan latar
belakang yang berbeda baik jenis kelamin, ras, suku, maupun kemampuan akademik
siswa itu sendiri (heterogen) agar bisa belajar bekerja dan belajar bersama
yang pada akhirnya nanti timbulnya komunikasi, rasa saling membantu,
membutuhkan antar sesama, dan kamandirian dalam diri siswa. Hal ini dilandasi
pemikiran bahwa siswa akan lebih mudah memahami konsep jika mereka saling mendiskusikan
masalah tersebut dengan temannya.
a.
Unsur-unsur
Pembelajaran Kooperatif
Unsur-unsur
pembelajaran Kooperatif paling sedikit ada empat macam, yakni saling
ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabulitas individual, dan
keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.
1)
Saling
ketergantungan positif
Dalam
pembelajaran kelompok, hal yang perlu disadari oleh setiap kelompok adalah
bahwa keberhasilan suatu penyelesaikan tugas sangat tergantung pada usaha yang
dilakukan oleh semua kelompok. Oleh sebab itu, saling ketergantungan positif
artinya tugas kelompok tidak mungkin diselesaikan manakala ada anggota yang
tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang
baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai
pengetahuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk
menyelesaikan tugasnya.
2)
Interaksi
tatap muka
Interaksi
tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu
siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep serta memberikan pengalaman
yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai
setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan
masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.
3)
Tanggung
Jawab Perseorangan
Oleh
karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap
anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap
anggota harus memberikan yang terbaik bagi keberhasilan kelompoknya.
4)
Partisipasi
dan Komunikasi
Pembelajaran
Kooperatif melatih siswa untuk mampu berpatisipasi aktif dan berkomunikasi.
Oleh karena itu, untuk dapat berpartisipasi dan berkomunikasi guru terlebih dahulu membekali siswa dengan
kemampuan komunikasi yang baik, seperti menyampaikan dan menyanggah pendapat
dengan sopan santun, tidak memojokkan, cara menyampaikan gagasan dan ide-ide
yang dianggapnya baik dan beguna.
b.
Langkah-langkah
dalam pembelajaran Kooperatif
Terdapat
enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran Kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukan pada tabel 2.1
Table
II.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Kegiatan
Guru
|
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa
|
Guru
menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
dan memotivasi siswa.
|
Fase-2
Menyajikan informasi (materi
pelajaran)
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
|
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok Kooperatif
|
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
|
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
|
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
|
Fase-5
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
|
Fase-6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari
cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
|
Sumber: Trianto (2007:48-49)
c.
Pentingnya
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
Kooperatif banyak sekali memberikan keuntungan dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran Kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi
terangsang dan menjadi lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa
kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan mudah berkomunikasi dengan
bahasa yang lebih sederhana. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa
menjadi lebih aktif, bersemangat, dan berani mengemukakan pendapat.
Pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan kerja siswa, lebih giat dan
lebih termotivasi.
Keuntungan
yang paling besar dari penerapan pembelajaran Kooperatif terlihat ketika siswa
menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks. Keuntungan
pembelajaran Kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok
dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka
buruk terhadap teman sebaya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran
Kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif,
dan tidak memiliki rasa dendam.
Pada
dasarnya Kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. Kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur
tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Dalam kegiatan Kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Roger dan Johnson
dalam Lie (2007) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
Kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pendekatan pembelajaran
gotong royong harus diterapkan, yaitu: 1). Saling ketergantungan positif, 2).
Tanggung jawab perseorangan, 3). Tatap muka, 4). Komunikasi antaranggota, 5).
Evaluasi proses kelompok.
Dalam penggunaan model pembelajaran Kooperatif di dalam
kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh
guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran
dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang
merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan Kooperatif.
Dalam Asma (2006) pelaksanaan pembelajaran Kooperatif
setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu prinsip belajar siswa aktif
(student active learning), belajar kerjasama (cooperative learning),
pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif (reactine teaching), dan
pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Penjelasan dari
masing-masing prinsip dasar model pembelajaran Kooperatif tersebut sebagai
berikut.
1) Belajar
Siswa Aktif
Proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif berpusat pada
siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa, pengetahuan yang
dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar bersama-sama dengan anggota
kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi pembelajaran dan mengakhiri
dengan membuat laporan kelompok dan individu.
Dalam
kegiatan kelompok, sangat jelas aktivitas siswa dengan bekerja sama, melakukan
diskusi, mengemukakan ide masing-masing anggota dan mengujinya secara
bersama-sama, siswa menggal seluruh informasi yang berkaitan dengan topic yang
menjadi bahan kajian kelompok dan mendiskusikan pula dengan kelompok lainnya.
2) Belajar
Kerjasama
Seperti
namanya pembelajaran Kooperatif, proses pembelajaran dilalui dengan bekerja
sama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang tengah dipelajari. Prinsip
pebelajaran inilah yang melandasi keberhasilan penerapan model pembelajaran
Kooperatif. Seluruh siswa terlibat secara aktif
dalam kelompok untuk melakukan diskusi, memecahkan masalah dan
mengujinya secara bersama-sama, sehingga terbentuk pengetahuan baru dari hasil
kerja sama mereka. Diyakini pengetahuan yang diperoleh melalui
penemuan-penemuan dari hasil kerja sama ini akan lebih bernilai permanen dalam
pemahaman masing-masing siswa.
3) Pembelajaran
Partisipatorik
Pembelajaran
Kooperatif juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab
melalui model pembelajaran ini siswa belajar dengan melakukan sesuatu (learning
by doing) secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan
yang menjadi tujuan pembelajaran.
Sebagai
contoh pada saat kelompok memecahkan masalah dalam kelompok belajar, mereka
melakukan pengujian-pengujian, mencobakan untuk pembuktian dari teori-teori
yang sedang dibahas secara bersama-sama, kemudian mendiskusikan dengan kelompok
belajar lainnya. Pada saat diskusi, masing-masing kelompok mengemukakan hasil
dari kerja kelompok. Setiap kelompok juga diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya dan mengkritik pendapat kelompo lain.
4) Reactive
Teaching
Untuk
menerapkan model pembelajaran Kooperatif ini, guru perlu menciptakan strategi
yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi
siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat ini untuk
masa depan mereka. Apabila guru mengetahui bahwa siswanya merasa bosan, maka
guru harus segera mencari cara untuk mengantisipasinya. Berikut ini adalah
cirri-ciri guru yang reaktif : a) menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan
belajar, b) pembelajaran dari guru dimulai dari hal-hal yang diketahui dan
dipahami siswa, c) selalu menciptakan suasana belajar yang menarik bagi
siswa-siswanya, d) mengetahui hal-hal yang membuat siswa menjadi bosan dan
segera menanggulanginya.
5) Pembelajaran
yang Menyenangkan
Salah
satu cirri pembelajaran yang banyak dianut dalam pembaharuan pembelajaran
dewasa ini adalah pembelajaran yang menyenangkan, begitu juga untuk model
pembelajaran kooperatif menganut prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran
harus berjalan dalam suasana menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang
menakutkan bagi siswa atau suasana belajar yang tertekan.
Suasana
belajar yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku guru di luar
maupun di dalam kelas. Guru harus memiliki sikap yang ramah dan tutur bahasa
yang menyayangi siswa-siswanya. Langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif
tidak akan berjalan efektif jika suasana belajar yang ada tidak menyenagkan.
Karakteristik
model pembelajaran Kooperatif diantaranya: siswa bekerja dalam kelompok
Kooperatif untuk menguasai materi akademis; anggota-anggota dalam kelompok
diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi, jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok Kooperatif berbeda suku, budaya,
dan jenis kelamin; sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dari
pada individu.
Jadi model Kooperatif
adalah suatu model pembelajaran di mana siswa di tempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang, dan diharapkan dalam kelompok
tersebut terjadi interaksi secara
terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota
kelompok dengan memperhatikan 5 unsur pendekatan pembelajaran yaitu 1). Saling
ketergantungan positif, 2). Tanggung jawab perseorangan, 3). Tatap muka, 4).
Komunikasi antaranggota, 5). Evaluasi proses kelompok yang pada akhirnya siswa
dapat bekerja secara bersama-sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan
belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.
3.
Model Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
TAI merupakan singkatan dari Team Assisted Individualization, Team Assisted Individualization termasuk
dalam pembelajaran Kooperatif. Dalam model pembelajaran Team Assisted
Individualization, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4
sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti pemberian bantuan secara
individu bagi siswa yang memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok,
diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif dan
menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
Sebelum
dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok.
Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada
teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai
pendapat teman lain, dan sebagainya. Salah satu ciri model pembelajaran
Kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang
heterogen.
Masing-masing
anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara karena pada model pembelajaran
Kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai
ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan
demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan keterampilannya, sedangkan
siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan
dalam kelompok tersebut.
Slavin
dalam Widdiharto (2006) membuat model Kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan beberapa alasan. Pertama,
model ini mengkombinasikan keunggulan Kooperatif dan program pengajaran
individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar
Kooperatif. Ketiga, Team Assisted
Individualization disusun untuk memecahkan masalah dalam program
pengajaran, bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar secara individual.
Dengan
diterapkannya model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization yang menempatkan siswa belajar
dalam kelompok-kelompok. Setiap siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran
tidak hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih dalam kelompoknya. Melainkan
setiap individu siswa dituntut untuk dapat secara aktif seluruhnya dalam
kelompok. Pada saat dilakukan tes setiap siswa dapat menjawab semua soal yang
diberikan, sehingga prestasi belajar meningkat dan hasil belajar dapat
dikatakan tuntas.
Model
pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization, Asma (2006) mempunyai delapan
komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Teams,
yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa, (2) Placement
test, yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai
harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu, (3) Student
Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi
dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya, (4) Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus
dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada
siswa yang membutuhkannya, (5) Team Score and Team Recognition, yaitu
pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas, (6) Teaching Group,
yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas
kelompok, (7) Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan
fakta yang diperoleh siswa, dan (8) Whole-Class Units, yaitu pemberian
materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan
masalah.
Pada model ini peserta didik bukan
hanya dihadapkan pada tanggung jawab kelompok, seperti Kooperatif pada umumnya,
akan tetapi pula tanggung jawab individu, jadi mereka melakukan dua peran
sekaligus. Hal inilah yang memungkinkan untuk menciptakan output yang mampu
berdiri sendiri atau berinisiatif sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
4.
Hubungan
model pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Assisted Individualization dengan Pembelajaran PKn
Belajar PKn adalah untuk peningkatan
kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas
dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan dalam masyarakat, berbangsa, dan
bernegara mencakup upaya pendidikan untuk pembentukan pribadi yang unggul
secara individual, dan pembudayaan serta pembentukkan masyarakat madani.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela
negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, dan tanggung jawab sosial.
Selain itu PKn juga memiliki karekteristik yang muara dari proses
pembelajarannya adalah pembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai
pancasila dan UUD 1945, karena PKn di SD merupakan mata pelajaran yang
mengedepankan sikap dan perilaku siswa dalam proses pembelajaran, bukan hanya
dilihat dari kemampuan kognitif namun kemampuan afektif dan psikomotornya juga
menjadi prioritas agar konsep itu tertanam maka seorang guru dalam mengajar
haruslah dapat memilih sebuah model pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Nilai-Nilai Kewarganegaraan mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan
nilai- nilai luhur, nilai keadilan, demokratis,
toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara,
kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, dan
perlindungan terhadap minoritas. Model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization sangat cocok
digunakan untuk menanamkan konsep sosial tersebut, karena proses pembelajaran
dengan model pembelajaran ini siswa akan belajar dalam kelompok dalam
menyelesaikan masalah- masalah yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran
maka guru dapat menanamkan konsep kerja sama
dalam kelompok.
Dengan diterapkannya model pembelajaran Team Assisted Individualization dalam pembelajaran PKn diharapkan siswa dapat meningkat
pikiran kritisnya, kreatif, dan tumbuh rasa sosial yang tinggi. Siswa juga
diajari bagaimana bekerjasama dalam satu kelompok, diajari menjadi pendengar
yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi,
mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain dan
sebagainya. Sehingga siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan
keterampilannya sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami
permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut. Melalui model pembelajaran Team
Assisted Individualization dalam pembelajaran PKn siswa dalam belajar
dapat saling memberi informasi dalam kelompok dan antar kelompok. Dengan
demikian mereka akan merasa saling membutuhkan satu sama lain. Sifat menghargai
orang lain akan terbentuk sebagai salah satu tujuan afektif dalam pembelajaran.
Dengan demikian penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil
belajar PKn.
5. Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization dalam Pembelajaran PKn
Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Team
Assisted Individualization dalam Pembelajaran PKn adalah model pembelajaran Kooperatif yang di dalamnya
siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima
anggota, mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang
berbeda, guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam
kelompoknya masing-masing. Dalam pembelajaran PKn menggunakan model Kooperatif tipe Team Assisted Individualization keberhasilan suatu kelompok sangat diperhatikan, setiap anggota
kelompok dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya siswa yang
mempunyai kemapuan lebih dalam kelompoknya, namun siswa yang mempunyai
kemampuan lemah pun dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Siswa yang
memiliki kemampuan lebih bertanggung jawab untuk membantu temannya yang yang
mempunyai kemampuan lemah dalam kelompoknya, sedangkan siswa yang mempunyai
kemampuan lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang akan
diselesaikan dalam kelompok tersebut, sehingga dalam pembelajaran inisemua
anggota kelompok dapat berpartisipasi aktif, saling member masukan, ide, dan
solusi dari permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Team
Assisted Individualization dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn siswa.
6.
Hakikat Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah
keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan
memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa, yaitu
meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah
siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling
berinteraksi membahas materi pelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat
partisipatoris yang dilakukan oleh guru akan mampu membawa siswa dalam situasi
yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta
sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. Indikator aktivitas siswa dapat
dilihat dari: pertama, mayoritas
siswa beraktivitas dalam pembelajaran; kedua,
aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru melalui pembelajaran Kooperatif tipe TAI.
7.
Hasil
Belajar
Harapan
peneliti dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization akan
berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar PKn akan
memperlihatkan kemampuan atau pengetahuan siswa dalam penguasaan
pelajaran PKn.
Belajar
dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi
tahu dan belajar merupakan proses pengembangan pengetahuan. Sebagai upaya untuk
mencapai suatu perubahan, kegiatan belajar itu sendiri harus dirancang
sedemikian rupa sehingga seluruh siswa menjadi aktif, dapat merangsang daya
cipta, rasa dan karsa. Dalam hal ini, para siswa tidak hanya mendengarkan atau
menerima penjelasan guru secara sepihak tetapi dapat pula melakukan
aktivitas-aktivitas lain yang bermakna dan menunjang proses penyampaian yang
dimaksud. Misalnya melakukan percobaan, membaca buku, bahkan jika perlu
siswa-siswa tersebut dibimbing menemukan masalah dan sekaligus mencari
upaya-upaya pemecahannya.
Menurut
Gagne dalam Sagala (2006) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Garret
dalam Sagala (2006) berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung
dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.
Jadi belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Kegiatan
belajar merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berlangsung sepanjang hayat
(long
life education). Kegiatan belajar yang dilakukan
siswa hendaknya mencakup empat hal, yaitu:
1).
Learning
to know yaitu belajar untuk mengetahui sesuatu.
Dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
2).
Learning to do
yaitu belajar untuk melakukan sesuatu. Proses belajar diarahkan untuk bisa
melakukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan
membekali siswa tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi agar lebih trampil
berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan hal-hal yang bermakna
bagi kehidupan.
3).
Learning to be
yaitu belajar untuk menjadi diri sendiri. Penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan merupakan bagian dari prosess menjadi diri sendiri, dan
4).
Learning to live together
yaitu belajar untuk hidup bersama. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain
dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat.
(Dellors et al., 1996).
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Kingsley dalam Sudjana (2006) membagi tiga macam hasil belajar ,
yakni a). keterampilan dan kebiasaan, b). pengetahuan dan pengertian, c). sikap
dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni a).
informasi verbal, b). keterampilan intelektual, c). strategi kognitif, d).
sikap, e). keterampilan motoris.
Dalam
sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler
maupun instruksional menggunakan hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah. Ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris. Adapun yang termasuk dalam hasil belajar ranah kognitif meliputi:
(a) pengetahuan atau ingatan; (b) pemahaman; (c) aplikasi; (d) analisis; (e)
sintesis; dan (f) evaluasi. Ranah afektifnya meliputi: (a) penerimaan; (b)
jawaban atau reaksi; (c) penilaian; (d) organisasi; dan (e) internalisasi.
Ranah psikomotorik meliputi: (a) gerakan reflex; (b) keterampilan gerakan
dasar; (c) kemampuan perceptual; (d) keharmonisan; (e) gerakan keterampilan
kompleks; dan (f) gerakan ekspresif dan interpretative (Sudjana, 2006).
Jadi
dari pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
hasil belajar yang dicapai oleh siswa dari proses pembelajaran yang dapat berupa
tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotor. Selain itu Dimyati dan Mudjiono
dalam Sagala (2006) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan
amat bergantung pada proses belajar-mengajar yang dialami siswa dan pendidik
baik ketika di sekolah maupun di lingkungan keluarga sendiri. Hal yang menentukan tercapainya kualitas belajar yang
memenuhi standar pendidikan nasional adalah siswa, guru, sarana-prasarana dan kebijakan
pemerintah. Namun faktor yang terpenting yang paling mempengaruhi hasil belajar
adalah seorang guru.
B.
Hasil-hasil
Penelitian yang Relevan
1.
Lestari, Dewi Ayu. 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TAI (Team Assisted Individualization) Terhadap Pemahaman Konsep Pada
Pokok Bahasan Trigonometri Pada Siswa Kelas X Semester II SMU Negeri 14
Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa rata-rata hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI yaitu 64,1 sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 56,88. Jadi rata-rata hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI lebih baik daripada nilai rata-rata kelas control yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada kelas eksperimen terus mengalami peningkatan, aktivitas siswa
selama pembelajaran juga terus mengalami peningkatan pada setiap
pembelajarannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TAI lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional terhadap
pemahaman konsep pada pokok bahasan trigonometri pada siswa kelas X semester II
SMU NEGERI 14 SEMARANG tahun pelajaran 2005/2006.
2.
Kusumaningrum, Retna.
2007. Keefektifan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Melalui
Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa) Terhadap Hasil Belajar Matematika Sub
Pokok Bahasan Jajargenjang Dan Belahketupat Pada Siswa Kelas VII SMPN 11
Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil simpulan bahwa model pembelajaran TAI (Team Assisted
Individualization) melalui pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa) lebih
efektif daripada model pengajaran langsung terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas VII SMP Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2006/2007 pada sub pokok
bahasan jajargenjang dan belahketupat.
3.
Mizarti, Rahma. 2010. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Pada Siswa Kelas 5C SDN 52 Kota Bengkulu. Dari
hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus ini,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
a) Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization dengan strategi pembelajaran pada siklus II
pertemuan 2 dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VC SDN 52 Kota
Bengkulu sampai taraf yang seharusnya mereka capai (minimal nilai 7). Hal ini
ditandai dengan meningkatnya aktivitas guru dan aktivitas siswa.
b) Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa
kelas VC SDN 52 Kota Bengkulu. Hal ini ditandai dengan peningkatan nilai
rata-rata, persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dari siklus I
sampai siklus II.
4. Santie,
Irma Damay. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif
Tipe
TAI (Team
Assisted
Individualization)
Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematikan Siswa Kelas VII SMP
Laboratorium Universitas Negeri Malang. Dari hasil penelitian ini diperoleh
bahwa sebelum diberi tindakan ada 56,52% siswa yang memiliki motivasi cukup.
Setelah diberi tindakan pada siklus 1 ada 34,78% siswa yang memiliki motivasi
tinggi. Namun, setelah diberi tindakan pada siklus 2 ada 60,86% siswa yang
memiliki motivasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
motivasi belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran
kooperatif
tipe
TAI. Sehingga, dari hasil tersebut disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif
tipe
TAI (Team
Assisted
Individualization)
dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Laboratorium
Universitas Negeri Malang yang dilaksanakan melalui 8 tahapan yaitu Placement
test, Student Creative, Teaching group, Team
Study,Whole Class Units, Fact Test, dan Team
Score and Team
Recognition. Pada tahap Student Creative, LKS (Lembar Kerja Siswa) yang
digunakan bahasanya dibuat lebih komunikatif agar siswa mudah dalam memahami
pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS. Selain itu, pada tahap Teaching
Group peneliti juga lebih banyak memberikan pujian kepada siswa agar siswa
lebih termotivasi untuk belajar matematika. Setiap akhir siklus, yaitu pada
tahap Team
Score and Team
Recognition, peneliti juga memberikan penghargaan kepada kelompok maupun siswa
yang mendapatkan skor tertinggi sehingga siswa lebih semangat dan termotivasi
untuk belajar matematika.
Berdasarkan
dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif, kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran mengalami peningkatan, pemahaman, motivasi, dan
hasil belajar siswa juga meningkat.
C.
Kerangka
Berpikir
Berdasarkan konsep dan teori yang telah
diuraikan di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah setelah
diterapkan model pembelajaran
Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar, seperti terlihat pada bagian berikut:
Kondisi
Nyata
1.
hasil
belajar rendah
2.
sisiwa
berkelompok secara homogen
3.
proses
belajar tidak efektif
4.
strategi
belajar yang guru gunakan membosankan
5.
siswa
pasif
|
Kondisi
Ideal
1.
Siswa
semangat belajar
2.
hasil
belajar memuaskan
3.
siswa
berkelompok secara heterogen
4.
guru
menggunakan starategi belajar yang efektif dan menarik minat siswa
5.
siswa
aktif
6.
siswa
mau bekerjasama
|
Tahap-1
Membagi Siswa ke dalam Kelompok (Team)
Tahap-2
Test Penempatan (Placement
Test)
Tahap-3
Mempelajari Materi Pelajaran
Tahap-4
Belajar Kelompok (Team
Study)
Tahap-5
Skor dan Penghargaan (Team
Skor and Team Recognition)
Tahap-6
Mengajar Kelompok (Teaching
Group)
Tahap-7
Tes Fakta (Facts Test)
Tahap-8
Mengajar seluruh kelas (Whole-Class Units)
|
Model
pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
|
Dengan
memperhatikan langkah-langkah pembelajaran model Kooperatif tipe Team Assisted Individualization, maka
siswa yang tadinya pasif pada saat proses pembelajaran PKn akan menjadi aktif
dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran ini siswa diberikan tugas setiap
kelomponya. Dalam pengerjaaan tugas kelompok, setiap individu siswa dalam
kelompok dituntut berpikir bersama dalam memecahkan masalah yang ada dan bagi
siswa yang mendapat kesulitan akan mendapatkan bimbingan dari guru secara
individu. Dalam pembelajaran menggunakan model Kooperatif tipe Team Assisted Individualization setiap
individu dalam kelompok dituntut untuk dapat bekerjasama dengan baik dalam
proses pembelajaran, sehingga setiap siswa akan memperoleh pengalaman langsung
pada saat siswa mengikuti proses pembelajaran.
Pemberian pre-tes
di awal pembelajaran akan dapat membangkitkan pemikiran awal siswa untuk
mengikuti pembelajaran selanjutnya. Kegiatan pembelajaran kelompok yang akan
dilakukan akan membuat setiap individu dalam kelompok saling berpikir dalam memecahkan masalah yang
ada. Melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization setiap individu dalam kelompok
sangat diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran, sehingga keberhasilan
setiap individu dalam kelompok sangat menentukan kelompok berhasil atau tidak.
Dalam pembelajaran
yang dilaksanakan kelompok yang berhasil tentunya akan diberikan penghargaan
yang nantinya akan memotivasi siswa dalam pembelajaran. Bagi kelompok yang
kurang berhasil akan menjadi pelajaran untuk lebih baik lagi dalam proses
pembelajaran berikutnya. dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization hasil
belajar siswa yang tadinya rendah akan meningkat.
D.
Hipotesis
Tindakan
Hipotesis tindakan dari
penelitian ini yaitu:
1. Jika
menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization maka dapat meningkatkan aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran PKn di kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu sampai
taraf yang seharusnya mereka capai (minimal nilai 7)
2. Jika
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization maka dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VB SD N 04 Kota Bengkulu.