MASALAH PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH


MASALAH PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH

Apabila muncul pertanyaan "Apakah perlu pendidikan Budi Pekerti?" maka jawabnya jelas, tidak hanya perlu tetapi wajib. Berbudi pekerti merupakan perwujudan dari pengalaman/pelaksanaan dari ajaran agama. Tidak berbudi pekerti berarti tidak melaksanakan ajaran agama. Agar setiap generasi/individu mampu berbudi pekerti mulia (berakhlakul karimah) maka harus dididik tentang apa dan bagaimana berbudi pekerti yang baik. Oleh karena itu, Pendidikan Budi Pekerti/Pendidikan Akhlak hukumnya wajib.
Maksud dan tujuan dari Pendidikan Budi Pekerti adalah membimbing dan mengarahkan anak berdisiplin dalam mengerjakan segala sesuatu yang baik, dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu. Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah mendidik anak menjadi orang yang berkepribadian dan berwatak baik.
Pendidikan Budi Pekerti/Akhlak memang wajib diberikan kepada anak didik, tetapi Pendidikan Budi Pekerti/Akhlak tidak perlu dijadikan program pengajaran yang berdiri sendiri (Sutrisno 2001:93-94). Dasar pemikiran dari pendapat di atas adalah sebagai berikut.
a.    Selama ini pendidikan budi pekerti sudah ada dan tengah berlangsung, yaitu dalam Pendidikan Agama (dengan Pendidikan Akhlak), PPKn (dengan nilai-nilai moralnya), dalam Bahasa Daerah (dengan tata kramanya), dan diterapkan pada semua program pengajaran lainnya. Apabila Pendidikan Budi Pekerti dijadikan mata ajar tersendiri maka akan terjadi tumpah tindih antara program pengajaran agama, PPKn dengan budi pekerti itu sendiri seperti yang pernah terjadi pada mata ajar PSPB dengan IPS/PMP dahulu.
b.    Pendidikan Budi Pekerti tidak bisa dipisahkan dengan rangkaian unsur-unsur agama yang saling terjalin berkelindan. Budi Pekerti/Akhlak (Religious attitude) memiliki hubungan erat dengan unsur Iman, Aqidah, Tauhid (belief) dan Amal Shaleh (actions). Berbudi pekerti/ ber-ahlak Al-Karimah memiliki arti melaksanakan ajaran agama (Islam) dalam segala bidang kehidupan yang didasari oleh iman dan niat amal shaleh dengan cara yang ihsan. Oleh karena itu, Pendidikan Budi Pekerti tidak mungkin bisa menggantikan Pendidikan Agama, tetapi harus berada dalam kerangka (menyatu dengan) Pendidikan Agama secara terpadu.
c.    Bahwa kurang berhasilnya Pendidikan Akhlak/Budi Pekerti selama ini bukan disebabkan oleh nihilnya (ketiadaan) Pendidikan Budi Pekerti/Akhlak itu sendiri, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
(1) Minimnya jatah (alokasi) waktu yang diberikan untuk Pendidikan Agama (hanya dua jam dalam satu minggu)
(2) Kualitas guru (khususnya guru agama) yang rendah sehingga menyebabkan rendahnya efektivitas dan kualitas Pendidikan Akhlak di sekolah.
(3) Proses Belajar Mengajar Agama (akhlak/budi pekerti) di sekolah lebih menekankan aspek kognitif daripada aspek efektif.
(4) Lingkungan sekolah yang kurang kondusif bagi tumbuh kembangnya budi pekerti/akhlak anak didik.
(5) Pihak sekolah kurang intensif dalam menjalin kerjasama dengan orang tua siswa dan masyarakat secara luas.
(6) Pendidikan budi pekerti belum diintegrasikan dengan semua bidang studi. Dari faktor-faktor kelemahan dalam pendidikan budi pekerti di atas jalan pemecahannya bukanlah dengan membuat program pengajaran baru (Pendidikan Budi Pekerti) yang berdiri sendiri, tetapi dengan meningkatkan kualitas komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan.

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI 

Pada tahun 2000 (Bakri 2001) Departemen Pendidikan Nasional secara khusus menetapkan 4 kebijakan yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan. Keempat kebijakan tersebut adalah sebagai berikut.
a.    Mengatasi dampak krisis ekonomi dan moneter di bidang pendidikan dan kebudayaan.
b.    Melakukan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas secara terkendali dengan fokus wajar dikdas 9 tahun.
c.    Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan yang adaptif dalam menghadapi tuntutan yang berkembang.
d.    Mengusahakan peningkatan anggaran pendidikan nasional yang berarti secara bertahap hingga mencapai 20% dari APBN.
Beberapa saat setelah Dr. Yahya Muhaimin dilantik sebagai Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan tiga kebijakan pokok Departemen Pendidikan Nasional. Ketiga kebijakan pokok tersebut adalah sebagai berikut.
a. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
b. Peningkatan pendidikan budi pekerti
c. Peningkatan budaya baca tulis
Dalam aplikasi pendidikan budi pekerti, baik di Taman Kanak-Kanak/Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan/Sekolah Menengah, pemerintah tidak akan mengkhususkan pendidikan budi pekerti sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Akan tetapi, mengintegrasikannya ke dalam berbagai program pengembangan bagi TK, dan ke dalam mata pelajaran yang relevan bagi sekolah dasar, sekolah lanjutan, dan sekolah menengah. Pengintegrasian tersebut umpamanya dalam mata pelajaran PPKn, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Penjaskes dll.
Yang dimaksud dengan "integrasi" atau "pengintegrasian" di sini adalah upaya terencana untuk memadukan nilai-nilai budi pekerti dalam cakupan (scope) program kegiatan belajar TK dan pokok bahasan atau subpokok bahasan bagi Sekolah sehingga terjadi proses internalisasi (penghayatan) dan personalisasi (pemribadian) nilai-nilai budi pekerti itu bersamaan dengan dipahami, dihayati, dan dilaksanakannya isi program pengembangan atau mata pelajaran tertentu. Dengan kata lain, dampak pembelajaran nilai budi pekerti harus menjadi bagian tak terpisahkan dari dampak pembelajaran sesuai tema atau pokok bahasan atau subpokok bahasan yang relevan.
Tema, Kompetensi dasar dan materi pokok menjadi wahana integrasi nilai-nilai budi pekerti itu. Penempatan nilai-nilai budi pekerti seyogyanya memperhatikan berbagai aspek kehidupan idelogi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan keagamaan. Siklus kehidupan (life cycle) anak mulai dari lingkungan kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat (lokal, regional, nasional). Dengan demikian, nilai-nilai budi pekerti itu benar-benar dihayati dan dilaksanakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak (develomental tasks). Mengingat pentingnya peranan guru, diharapkan agar para guru selalu memperhatikan semua prinsip dan melaksanakannya dalam pembelajaran sehari-hari.